July 24, 2007

Ia kembali menyapa hati saya setelah.. uhm, 2005 terakhir kali saya menerima email darinya.

"Hei. Apa kabar?" tanyanya, membuka percakapan ketika tanpa sengaja saya bertemu dengannya ketika sedang menunggu lift. Damn. Kenapa saya harus berada di sini!? Tasha sialan! umpat saya dalam hati. Gara-gara dia saya harus menggantikannya rapat di stasiun tv dimana saya tahu, ia ada di sini. Sejujurnya saya tidak mau bertemu dengannya. Selama di gedung ini tak henti-hentinya saya berdoa dalam hati untuk menghilang saja sehingga ia tidak perlu melihat saya.

Ia masih sama seperti yang saya ingat. Bentuk wajahnya, binar matanya, senyumnya yang khas, semuanya. Tingginya. Hanya saja badannya lebih kekar serta sekarang wajahnya menunjukkan kedewasaan yang belum pernah saya lihat.

"Baik. Kamu?" hati saya berdebar, sedikit lebih kencang dari biasanya. Owh... stop it! Bisik saya, tak ingin debaran ini terdeteksi olehnya. Seolah-olah mengerti, hati saya berdebar pelan. Akan tetapi saya tetap merasakan sesuatu yang aneh di hati saya. Sebuncah getaran hinggap di perut. Kikuk dihadapannya, saya menggaruk tengkuk yang tidak gatal.

"Baik," ujarnya. Matanya menatap saya. Mulutnya setengah bergerak, kemudian mengatup. Seolah-olah ingin mengatakan sesuatu. Saya menelan ludah. Membasahi tenggorokan yang mengering. Saya ingin bertanya banyak hal kepadanya. Bagaimana hidupnya selama ini. Ingin mendengarnya bercerita seperti dulu. Ingin melihat binar matanya ketika berbicara yang sempat hilang dari hadapan saya.

"I, uh.. i've to go," ujarnya sambil melihat jam di pergelangan tangannya. "mesti nyiapin live show buat jam 8"

"Owh.. ok" saya mengangguk sambil tersenyum. Suara lift berdenting. Pintunya terbuka. Saya melangkahkan kaki masuk ke dalamnya. Dan dia masih tetap berdiri di sana.

Ia masih menatap saya. "Maybe next time we can-"

"Yeah, sure," sambar saya. Masih mengangguk. "Next time, Gi"

Perlahan-lahan pintu lift tertutup.

1 comment:

Anonymous said...

duh!
kenangan, pada tingkap hati yang mana kau mesti kusimpan dan kuselubungi, agar tak menebar perih kala waktu berbicara dengan caranya..

*tuink*

hehehhee...