December 22, 2006

Halo! Senangnya bisa bertemu lagi dengan malam. Tidak hanya ditemani dengan sebungkus rokok putih dan sebotol teh dingin, kali ini saya berteman dengan taburan bintang-bintang di langit untuk menunggumu datang.
Kalau dipikir-pikir, mencari teman itu susah-susah gampang. Gampangnya, ada banyak orang di sekitar saya yang bisa saya jadikan teman. Dengan catatan jika saya mau. Susahnya, mencari orang yang tepat untuk saya. Yang bisa berargumen jika saya menelorkan satu ide. Yang bisa menyanggah setiap perkataan yang saya ucapkan. Yang bisa tertawa ketika mendengar jokes saya yang garing. Yang bisa memberikan saran yang tidak memuakkan. Yang bisa.. Yang bisa.. ah basi!
Akhirnya saya putuskan untuk berteman dengan bintang. Karena dengannya saya mendapati semua yang saya mau. Dalam diamnya saya dapatkan kesabaran mendengar semua keluh kesah saya. Matanya yang penuh arti menjawab semua pertanyaan yang terlontar di hati. Pancaran sinarnya menghangatkan hati saya yang membeku. Dan ia selalu tersenyum menandai kehadirannya.
Saya berbagi dengannya. Hanya dengan dialah saya dapat bercerita tentangmu. Dengan setia ia mendengarkan saya berkeluh kesah. Tentang malam-malam tanpa kehadirannya. Ia dapat memadamkan emosi di hati saya. Begitu sabarnya menemaniku. Tanpa banyak kata-kata ia memandang saya penuh arti. Dan saya mengerti.
Bersama-sama kami menunggumu datang.

December 20, 2006

Masa lalu datang menghampiri saya. Ketika itu saya tidak siap untuk menyambut kedatangannya. Bagaimana ia bisa datang dengan tiba-tiba ketika saya masih memakai pakaian tidur, rambut belum disisir serta sisa air liur berada di ujung bibir? Bagaimana mungkin saya bisa mempersilahkan ia masuk ketika saya belum lagi menjerang air untuk membuatkan kopi untuknya , serta kue-kue masih berupa adonan yang belum di panggang?

December 17, 2006

Dobriy Vecher!

Sekarang saya sedang menunggumu disini ditemani sebungkus rokok putih dan sebotol teh dingin. Menunggu sebenarnya bukan sifat saya. Tapi demi kamu - ya! demi kamu - saya rela melepaskan ego saya demi melihat kamu tersenyum dan berbicara pada saya.
Orang-orang berlalu lalang di depan saya tapi kamu belum juga datang. Saya heran, apa yang membuat saya terus menunggumu. Senyum? Tawa? Gaya bicaramu? Atau dirimu seutuhnya? Ya. Semua yang ada dalam dirimu membuat saya tetap berada di sini. Hanya berdiam diri sambil mengamati setiap orang yang datang. Terus berharap bahwa kamu akan datang malam ini. Sama seperti lima hari yang lalu ketika saya datang ke sini.
Harga diri saya sudah pergi entah kemana. Meninggalkan saya sendiri. Terbang melayang bagaikan asap yang terus menerus terhembus dari mulut hitam saya. Yang tersisa hanyalah sekelumit rasa yang pernah ada beberapa tahun lalu yang sekarang saya rasakan lagi. Menari-nari dengan riang di depan mata. Pertama kali kamu mendekat. Pertama kali menyamakan langkah. Pertama kali mencium..
Menit berlalu. Kamu masih belum juga datang. Dan saya dengan bodohnya tetap menunggu. Mungkin ini yang namanya pengorbanan. Suatu pengorbanan entah apa bentuknya. Apakah itu kubus, kerucut, atau jajaran genjang. Semuanya mengabur. Yang terlihat hanyalah sosokmu. Saya tahu semua ini sia-sia belaka. Tidak ada keuntungan yang dapat saya ambil. Memilikimu. Menyentuhmu. Seperti dulu.
Saya masih disini. Menunggumu.
Selamat malam!