March 26, 2007

Beberapa minggu yang lalu seorang teman dekat melontarkan ide gila yang jelas-jelas langsung saya tolak mentah-mentah. Saya disuruh blind date dengan teman kuliahnya yang tidak saya kenal (tentu saja, namanya juga blind date!) dengan beberapa alasan: bosan dengan saya yang selalu memaksanya untuk menjadi pasangan saya ke setiap undangan pernikahan, capek mendengar tangisan saya setiap hubungan saya dengan lelaki lain berakhir, terlalu lelah mengikuti obrolan saya tentang ketidak-adilan dunia ini pada saya, dan yang utama adalah, pacarnya cemburu pada saya! Hah!

Saya sudah mengenalnya sejak duduk sebangku dengannya ketika SD. Dan dari dulu kami memang seperti itu. Ketika putus dengan pacar pertama saya, pertama kali yang saya lakukan adalah menelponnya berjam-jam lamanya untuk menangis. Ketika saya bosan pada hidup saya, ia melakukan hal-hal aneh yang membuat hidup saya jadi berarti lagi. Dimana pun saya ada, ia pun ada. Ia selalu menjadi bagian dari hidup saya. Ketika ia jatuh cinta, ketika sudah tidak tahan mendengar orangtuanya bertengkar, ketika ia memutuskan untuk lepas dari orangtuanya setelah sma, sayalah yang tahu terlebih dahulu. Jadi, untuk apa dia bosan dengan saya?

Mmm, pasti karena perempuan itu! Ya, pacarnya! Dari awal perkenalan saya sudah tidak sreg dengannya. Tahu kan bagaimana perasaan tidak sreg itu muncul? Out of nowhere, saya sudah tidak suka dengannya. Cara ia memeluk tangan teman saya seperti seorang anak kecil sedang memeluk mainan kesayangannya, menyiratkan bahwa, "ini milikku! aku tidak akan membiarkan tangan kotormu menyentuhnya!". Belum lagi sorot matanya yang judes memandang saya. Perempuan seperti ini harusnya ditendang jauh-jauh!
Tentunya, saya tidak bisa seenaknya bilang ia harus putus gara-gara saya tidak suka pada perempuan itu. Apa hak saya? Yang penting teman saya bahagia. Dan ia memang bahagia. Tidak pernah saya lihat ia bahagia daripada sekarang.

Jadi, apa saya harus mengikuti perkataannya tentang blind date itu? Mengistirahatkan ia sejenak? Membiarkan perempuan itu senang karena saya tidak lagi berada di sebelahnya?

Tapi, blind date bagaikan membeli kucing dalam karung. Bagaimana jika kucing yang saya beli ternyata berkutu? Atau kudisan? Meskipun saya tahu teman saya tidak sampai tega menyodorkan seseorang sejelek yang saya bayangkan, tapi, siapa tahu? Jika ternyata pasangan blind date saya mempunyai kebiasaan rahasia, misalkan menggaruk pantatnya walaupun tidak gatal? Idihh.. Sepertinya saya tidak bisa mengambil resiko. Tapi.. tapi mungkin suatu hari pandangan saya berubah. Ketika saya tidak dapat lagi menemukan laki-laki yang sesuai dengan saya. Ketika saya sudah lelah mencari seseorang yang terbaik untuk saya. Ketika saya sudah tidak tahan dengan kesendirian saya. Ya. Suatu hari nanti.

3 comments:

Anonymous said...

blind date?
ehmm... seru kayaknya...

ayo dong Le, dicoba...

ntar ceritain ke kita2 :-p

Anonymous said...

gimana blind datenya??? jadi??? hmmm cowo/cewe yg pernah jadi sahabat kita klo dah punya pacar pasti akan berubah, sat pertanyaan aq deh... km punya rasa ga sama sahabat kamu itu?

Anonymous said...

virzha: hahaha.. ntar deh. kayaknya saya harus ngumpulin keberanian dulu nih, buat blind date.

tukang sandal: sampai sekarang belum jadi nih. iya sih, bener juga. tapi kaaan... :(
nggak tuh. benar2 temen aja..